Pansus Pengawasan Covid-19 Singgung Pengadaan Masker dan Terobosan Disnaker

LOMBOK TENGAH, MP – Pansus Covid-19 DPRD Lombok Tengah  menyinggung beberapa hal terkait pengadaan dua juta masker, kelanjutan Jaring Pengaman Sosial (JPS) serta kinerja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dengan menghadirkan pihak Dinas Koperasi, Dinas Sosial, dan Dinas Tenagakerja.
Ketua Pansus, Suhaimi, menegaskan sejauh ini Pansus tetap fokus untuk  membedah arah kebijakan Bupati terhadap anggaran dan pola penanganan pandemi Covid-19 di Lombok Tengah. Dalam paparannya, Kadis Sosial Baiq Sri Hastuti Handayani, menjelaskan distribusi konsumsi untuk pasien dan semua petugas yang terkait dengan penanganan di lokasi karantina (isolasi).
Dikatakan oleh Sri Hastuti, untuk periode April sampai Juni Dinas Sosial memakai anggaran sebesar Rp. 450.750.000 Selain itu Dinsos menganggarkan Rp. 85 juta untuk paket sembako bagi keluarga pasien isolasi dan yang terpakai hanya Rp. 41 juta. “Masingmasing paket itu seharga Rp. 250.000, untuk sisa anggaranya sudah kami kembalikan,” ungkap Sri Hastuti.
Terkait JPS Bersatu, Dinsos menyebutkan dari Rp. 6,6 miliar untuk bantuan Rp. 600 ribu per KK tersisa Rp. 183 juta dan telah dikembalikan ke kas daerah. Untuk JPS Bersatu tahap 2, gosip bahwa pemda akan mengurangi nominal dan memperpanjang waktu hingga Desember 2020 dibenarkan oleh Sri Hastuti. Namun ia menolak jika carut marutnya data penerima berbagai bansos itu merupakan ketidakmampuan Dinsos dalam bekerja. “Kami memang menggunakan data Oktober 2019 untuk bansos kemarin, tapi pemegang kuasa atas input data itu adalah pemerintah desa, bukan kami.
Dinsos kabupaten dan kota hanya media penyampai data tersebut kepada jenjang di atasnya hingga pusat. Apa yang dimasukkan oleh pemdes, itu yang kami terima. Jadi kalau ada keliru data, itu pihak desa yang harus ditanya. Mereka yang pegang passowrd inputnya. Selain itu lamanya olah data di Pusdatin Pusat juga jadi masalah,” jelasnya.
Pada paparan lainnya, Dinas Tenaga Kerja mengeluhkan anggarannya yang minim, yakni sebanyak Rp. 17,9 juta saja. Ini digunakan untuk pengadaan APD serta ongkos piket dan transport ke bandara dan pelabuhan.
Terkait hal tersebut, Wakil Ketua Pansus, Legewarman, mempertanyakan kecilnya ajuan anggaran dan tidak adanya terobosan oleh Disnaker dalam bertindak. “Kenapa Disnaker hanya piket saja menunggu TKI pulang, tidak ada inovasi lain?” cecarnya.
Disnaker yang diwakili oleh Sekretaris Dinasnya ini mengatakan bahwa awalnya dinas meminta anggaran sebesar Rp. 50 jutaan, itu tidak bisa terealisasi karena Disnaker tidak termasuk dalam Gugus Tugas Covid. “Selebihnya apa yang kami kerjakan itu memang sudah menjadi tupoksi dari Disnaker,” tukasnya.
Hal menarik yang muncul pada pertemuan ini dibuka oleh Kadis Koperasi dan UKM, Ikhsan. Pria berkumis tebal ini secara tegas menepis anggapan banyak pihak bahwa pengadaan masker untuk pandemi sebanyak 2 juta buah itu untuk memberdayakan UMKM di Lombok Tengah. “Bukan, itu keliru. Pengadaan masker itu merupakan langkah cepat di tengah darurat kami menghadapi Covid-19.

Jika ada UMKM yang mendapat jatah pembuatan, itu hanya bagian dari cara pengadaan saja. Fokus kami adalah menyediakan masker sebanyak dua juta,” tegas Ikhsan.
Adapun menjawab pertanyaan pansus mengenai angka masker yang genap dua juta, Dinas Koperasi menyampaikan bahwa itu sesuai dengan arahan Ketua Satgas Covid yang menggunakan asumsi pendekatan jumlah jiwa di Lombok Tengah yang dikalikan dua. Harga yang Rp. 5.500,- per masker itu digunakan sebab itu harga paling rendah yang di dapat saat itu. Mengenai kenapa memilih masker, Ikhsan menjawab bahwa itu yang di rasa penting, mengingat dari pusat sudah memerintahkan masyarakat untuk menggunakan masker. Terkait biaya distribusi, Dinas Koperasi masih belum bisa menjelaskan alasan tidak dimasukkan anggaran tersebut selain dari bahwa biaya distribusi itu masuk pada anggaran lainnya.
Pansus menanggapi semua keterangan tersebut dengan satu kesimpulan sementara bahwa sampai saat ini kebijakan Bupati sebagai kuasa diskresi dan anggaran Covid-19 masih belum jelas arah dan alasannya. “Semua penyampaian yang pansus kumpulkan dari pelbagai keterangan di awal hingga saat ini terlihat seperti kebijakan cari aman saja, hanya hitungan matematis semua. Ini harus Bupati sendiri yang mesti kita mintai keterangan,” cetus Suhaimi. (wan)