Perekonomian NTB mengalami Kontraksi Minus 1,33 Persen
Mataram – Kondisi ekonomi Indonesia, khususnya di NTB semakin mengkhawatirkan. Partai Gelora mengingatkan supaya kepala daerah benar-benar fokus mengurai problem-problem ini.
“Baru saja BPS NTB merilis data pertumbuhan ekonomi NTB Triwulan I. BPS menyebutkan Perekonomian NTB Triwulan pertama mengalami kontraksi y on y sebesar -1,13 persen dan q to q sebesar -3,30 persen,” kata Ketua Partai Gelora NTB Lalu Pahrurrozi, kemarin.
Data ini menunjukkan kinerja perekonomian NTB triwulan I menurun jika dibandingkan dengan periode Januari-Maret Tahun 2020. Dan semakin memburuk jika dibandingkan periode Oktober-Desember Tahun 2020.
Dampak Covid-19 terasa semakin dalam bagi perekonomian NTB, kehidupan rakyat makin susah.
“Mereka (masyarakat) kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Hal itu tampak pada statistik konsumsi rumah tangga pada triwulan I ini saat ini berkurang sebesar minus 3,48 persen,” bebernya.
Konsumsi rumah tangga, sambungnya, menunjukkan penggunaan barang dan jasa oleh rumah tangga sebagai konsumen akhir yang terdiri dari makanan, minuman, pakaian, kosmetik, perumahan, kesehatan, pendidikan serta lainnya.
“Secara konseptual, konsumsi rumah tangga semestinya terus mencetak pertumbuhan positif seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan masyarakat,” tegasnya.
Lebih lanjut, jika ditelusuri sejak awal Tahun 2020, konsumsi rumah tangga pada triwulan I Tahun 2020 sempat mencatat pertumbuhan positif sebesar 2,91 persen, namun sejak Covid-19 diakui masuk ke Indonesia, dampaknya mulai terasa. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II mengalami kontraksi sebesar minus 2,95 persen, selanjutnya pada triwulan 3 kembali mengalami kontraksi sebesar minus 4,42 persen, juga pada triwulan 4 mengalami kontraksi minus 4,74 persen, dan pada triwulan I Tahun 2021 juga mengalami kontraksi minus 3,48 persen.
“Rilis BPS ini dapat menjadi semacam warning bagi pengambil kebijakan, bahwa dampak ekonomi Covid-19 makin dalam, dan yang pertama kali terdampak adalah rakyat yang kehilangan pekerjaannya,” bebernya.
Karena itu, politisi yang akrab disapa Oji ini, pemimpin daerah NTB mesti menunjukkan kepekaan pada situasi ini, dengan cara mengoreksi kebijakan pembangunan yang terlalu berorientasi infrastruktur.
“Saya melihat ada kecenderungan Gubernur NTB mengabaikan program yang berorientasi pada penguatan dan perlindungan ketahanan ekonomi warga,” tandasnya.
Oji menambahkan, rilis BPS NTB mencatat kinerja perekonomian NTB yang merosot, masih dibawah capaian nasional. Jika NTB mengalami kontraksi sebesar minus 1,13 persen, maka catatan nasional masih sedikit lebih baik minus 0,74 persen. Tentunya, kinerja perekonomian pada Triwulan I ini dapat menjadi cambuk bagi gubernur dan jajaran untuk lebih serius menangani dan membenahi dampak Covid-19.
“Jangan sampai konsolidasi jelang Pilpres yang masih jauh, menyebabkan perhatian dalam memimpin NTB berkurang. Pesan dari BPS ini jelas, ukirlah prestasi di NTB untuk memantaskan diri berlaga dalam kancah nasional,” tegasnya.
Mengutip dari Statistik BPS sektor perekonomian yang terdampak paling dalam transportasi dan pergudangan mencatat kontraksi sebesar minus 25,14 persen; dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum mencatat kontraksi sebesar minus 22,87 persen. Adapun sektor yang berkontribusi positif dalam struktur perekonomian NTB yaitu sektor informasi dan komunikasi sebesar 12,34 persen, juga pertanian sebesar 6 persen. Sektor pertanian sekaligus menjadi semacam “penahan/pelindung” jatuhnya perekonomian NTB karena berkontribusi positif sebesar 1,27 persen terhadap pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi minus 1,13 persen. Andai sektor pertanian ini juga terpuruk, maka kontraksi perekonomian NTB makin dalam. Bagaimana dengan industri? Catatan triwulan pertama ini lumayan menggembirakan, setelah sektor industri pengolahan selama 2 triwulan berturut-turut mengalami kontraksi, pada triwulan pertama tumbuh positif 2,62 persen.(*)