Tumpangsari Genjot Produksi Jagung dan Kedelai

LOMBOK TENGAH, MP – Tanam Perdana Tumpangsari Jagung dan Kedalai berlangsung di Dusun Tandek Desa Labulia Kecamatan Jonggat pada Rabu (17/07). Acara dihadiri Wakil Bupati Loteng, HL. Pathul Bahri, Perwakilan Direktorat Aneka Kacang dan Umbi, Ir. Kornelia, Kepala Dinas Pertanian Loteng, Lalu Iskandar, OPD lingkup Kabupaten Loteng, Forkopimda, jajaran staff dinas pertanian Loteng, dan puluhan kelompok tani.

Kadis Pertanian Loteng, LaIu Iskandar menyampaikan tanam kedelai dan jagung dengan pola tumpang sari cukup menjanjikan untuk menggenjot produksi Jagung dan Kedelai. Pada tahun 2013 lalu dicanangkan bahwa Kecamatan Jonggat  sebagai salah satu centra benih Kedelai di NTB dan Nasional. Sehingga besar harapan dengan tanam perdana di desa Labulia Kecamatan Jonggat ke depannya produksi jagung dan kedelai meningkat. Mengingat kondisi lahan yang ada di Labulia ini cukup mendukung sebagai lahan tanam tumpangsari. “Terlebih lagi dengan Kades yang baru tentu memiliki semangat yang baru untuk mengembangkan sektor pertanian ini,” ungkapnya.

Lebih jelas dipaparkan, sebanyak 7 kecamatan di Loteng  dicanangkan menjadi lokasi tanam tumpangsari, yakni, Praya Barat, Praya Barat Daya, Janapria, Kopang, Pringgarata, Praya, dan Jonggat. Dari 7 Kecamatan yang tersebar di Kabupaten Loteng, Dinas pertanian mengusulkan lahan tanam seluas 8.000 hektar.

Namun, terangnya, Karena proses pengadaan benih cukup lama dan kondisi lapangan berubah setiap saat. Bisa saja dari angka 8000 hektar bisa menurun. Syukur-syukur bisa berjalan 50% dari usulan tersebut luas lahan tanam 8000 hektar tersebut

Pola tumpangsari dipaksakan untuk menanam kedelai dan jagung. Sebab dalam 1 hektar bisa menanam 2 komoditi kedelai dan jagung.

Sementara ini, lanjutnya, Bantuan bibit untuk Loteng 153 ton bibit dikeluarkan pada tahap pertama untuk kedalai. Dari 153 ton bibit tersebut membutuhkan luas lahan 3825. Tentu semua lahan akan disiapkan di 7 kecamatan yang sudah ditentukan.

“Pola tumpangsari yang dikembangkan saat ini dengan  benih jenis arjuna. Pemilihan benih jenis Arjuna karena lebih tahan terhadap naungan sebab yang ditanam ini tumpangsari antara jagung dan kedelai. kemudian potensi produksi tinggi dan lebih tahan penyakit karat daun kedelai,” jelasnya.

Ia berharap, ke depannya harus dibangun mitra antara petani kedelai dengan produksi tahu tempe. Hal itu penting untuk membangun sinergitas petani dengan pabrik tahu tempe yang ada di Loteng. Jangan sampai yang memproduksi tahu tempe mengimpor kedelai lagi.

“harga kedelai saat ini cukup menjanjikan. Untuk harga benih kedelai 12 sampai 13 ribu. Kalau siap produksi sekitar 4 sampai 5 ribu per kilo,” tandasnya.

Sementara itu, perwakilan direktorat aneka kacang dan umbi, Ir. Kornelia, menyampaikan bahwa pihaknya Ingin membangkitkan kembali centra kedelai di Loteng. Mengingat pada tahun 1992 di Loteng diproyeksikan menjadi swasembada kedelai. Namun ada kendala, terkait belum ada pemasaran kedelai. Sehingga pada tahun 2020 mendatang diupayakan swasembada kedelai di Loteng bisa menjanjikan, terutama terkait pemasaran. Namun tentu semua tidak bisa berjalan sendiri, semua instansi harus bersinergi terutama mentri perdagangan.

Diakuinya, Produksi kedelai secara nasional belum mencukupi dari segi kebutuhan. Secara nasional, pada tahun 2018 produksi baru 985.000 ton. Seharusnya produksi yang mencukupi kebutuhan sebesar 2,3 juta ton. Tentu pencapaian tersebut tergolong masih jauh. “tentunya hal tersebut  mengakibatkan mau tidak mau kita mengimpor kedelai. Karena memang kita akui dari segi produksi masih kekurangan,” jelasnya.

Sehingga ia berharap dengan system tanam pola tumpangsari tersebut bisa menggenjot produksi kedelai dan jagung. Diharapkan juga pada tahun 2020 nanti regulasi kedelai terjamin.

Dijelasknnya, Terkait persaingan harga harus ada dukungan kementerian lain, terutama mentri perdaganagan. Karena untuk mencapai swasembada harus bersinergi. Pertanian dan perdagangan harus beriringan.

Selain itu, semua tidak bisa berjalan dengan sendiri tanpa ada pengawalan. Pengawalan tersebut tidak terlepas dari petugas di lapangan. Sehingga ke depannya nanti diharapkan kualitas  benih yang dihasilkan dari pola tumpangsari ini terjamin.

“kelebihan tumpangsari, jika satu tanaman gagal maka tanaman satunya berhasil. Jika produksi kedelai gagal maka jagung berhasil,” terangnya.

Ia juga meminta kepada Dinas Pertanian untuk mengawal tanaman sampai tanaman tumpangsari yang dicanangkan bisa menjadi benih lagi ke depannya. Ia juga meminta agar dokumen diamanakan untuk diperiksa 10 atau 15 tahun ke depan.

Selain itu, ia juga menghimbau kepada petani agar memproduksi kedelai lokal. Petani kedelai didorong untuk menggunakan kedelai lokal sebab lebih sehat, gurih dan enak dibandingkan kedelai impor. “petani yang ada di Loteng kita minta untuk memproduksi kedelai local karena dari segi kualitas lebih terjamin dan aman untuk dikonsumsi,” pungkasnya.

Dalam kesempatan itu, Wabup Loteng, HL. Pathul Bahri juga bahwa menyampaikan lahan semakin berkurang. Sebagian lahan yang ada di Loteng akan dijadikan jalan bebas hambatan. Sehingga solusi tanam buat petani adalah tumpang sari.

Sekitar 54 ribu hektar harus dioptimalkan. Mengingat Ke depan, Masyarakat punya tanggung jawab besar terhadap Loteng. Sehingga produksi harus dijaga dan dikawal. “2021 itu event sirkuit, sekitar 150 ribu orang akan datang. Tentu itu menjadi tantangan bagi kita untuk menyikapi dan mengantisipasi permintaan konsumen,” kata Pathul

Selain itu, sebagaimana yang terjadi pada saat ini, produksi kedelai sedikit namun produksi tahu tempe meningkat. Sehingga kedelai impor dipilih oleh masyarakat. Diharapkan ke depan produksi kedelai bisa meningkat. “Terlebih sekarang ini dengan adanya pola tumpangsari tentu kita cukup optimis untuk meningkatkan produksi kedelai di Loteng. Sehingga orang yang memproduksi tahu tempe tidak impor kedelai lagi. Dan memang kedelai local lebih sehat dan aman dikonsumsi dibandingkan kedelai impor,” tandasnya.