Kejaksaan Proses Tiga Desa, Satu Kades Terancam Tersangka

LOMBOK TENGAH, MP – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah tidak segan-segan dan tidak akan pandang bulu mengusut penyalahgunaan ADD dan DD di 127 desa di Lombok Tengah. Buktinya,  ada tiga desa dalam proses full data. Satu diantaranya sudah naik tahap penyidikan. “Dalam waktu dekat ini, satu Kades tersebut segera dikeluarkan surat tersangkanya,” ungkap Kepala Kejari Loteng, Ely Rahmawati, Senin (5/11).

Disinggung kades mana, Ely mengatakan, desa yang berada di wilayah Pujut. Sedangkan, kasusnya dinaikkan, karena terdapat sejumlah indikasi penyalahgunaan ADD dan DD. Seperti di pengadaan barang dan jasa. Contohnya dipengadaan sumur bor. Sehingga atas perbuatannya itu, terdapat kerugian negara sekitar Rp 300 juta. “Tapi tidak menutup kemungkinan akan lebih, tergantung hasil penghitungan audit,” terangnya.

Sedangkan, desa yang akan diproses juga, yakni desa Dakung. Pasalnya, laporan dari warga sudah masuk. Tapi, desa Dakung baru akan dilakukan full data. Sementara, kalau desa yang satunya, ia enggan beberkan. Pasalnya sedang dilakukan pendalaman oleh jaksa. “Sabar saja, nanti kalau sudah selesai dilakukan pendalaman, baru kita informasikan,” jelasnya.

Kemudian Ely akui, persoalan ADD dan DD terus bermunculan. Entah ini disebabkan atas ketidaktahuan atau kelalain Kades terhadap cara pengelolaan ADD dan DD atau ada unsur lain.

Untuk itu, ia berencana akan lakukan sosialisasi tata cara pengadministrasian pengelolaan ADD dan DD. Selain itu juga, sudah ada permintaan dari Ketua Forum Kepala Desa (FKD) untuk dilakukan sosialisasi. Sehingga, rencananya akan dilakukan awal Januari. “Semua ini dilakukan untuk meminimalisir terjadi kasus hukum yang menjerat Kades. Tapi, bila sudah dilakukan sosialisasi, tetap saja melakukan kesalahan, kami tidak segan-segan akan memprosesnya sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.

Sementara, Ketua Forum Kades, Sahim mengakui, rata-rata desa sedang di timpah masalah, sehingga berujung dilaporkan ke Kejaksaan dan ke Kepolisian. Namun, permasalahan itu muncul, karena ada yang menungganginya dan tidak terlepas dari politik. Misalnya, tidak terima atas kekalahannya pada saat Pilkada. “Rata-rata desa kini sedang ditimpa masalah hingga berujung dilaporkan ke penegak hukum,” katanya.

Sehingga, solusi yang paling tepat kata Sahim, Inspektorat turun melakukan audit, setelah itu mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Apalagi, hasil LHP tidak ada penyalahgunaan yang terjadi di desa bersangkutan. “Kalau LHP sudah ada, tidak ada alasan warga mengungkit lagi penggunaan ADD dan DD,” jelasnya.

Selain itu, sebaiknya Kades juga sering-sering berkoordinasi dengan Inspektorat, Kepolisian dan Kejaksaaan melalui TP4D, soal penggunaan ADD dan DD. Bila ada hal yang belum dipahami. “Bila perlu teman-teman Kades bisa melaksanakan TP4D,” sarannya. |dk