LOMBOK TENGAH, MP – Puluhan warga yang berasal dari sejumlah kekadusan di Desa Mekar Damai, Kecamatan Praya, Rabu (15/3) kemarin berujukrasa di kantor desa. Aksi diawali dengan longmach menuju kantor desa dengan membawa spanduk dan meneriakkan yel – yel, menuntut Kepala Desa Mekar Damai, Edi Supriadi, S.IP turun dari jabatannya. Puluhan aparat kepolisian disiagakan mengamankan jalannya aksi. Dalam orasinya, Koordinator Lapangan (Korlap), Toni MD menyuarakan beberapa tuntutan. Diantaranya meminta Kepala Desa Mekar Damai transparan dalam menggunakan anggaran desa, yakni dengan mempublikasikannya melalui media massa yang mudah diakses warga.
Selama ini pengelolaan ADD maupun DD di Desa Mekar Damai sangat tertutup. Buku APB-Des hanya dipegang oleh segelintir orang saja yang menurutnya menambah kecurigaan warga. “Kalau ada warga yang meminta buku APB-Des tidak diberikan, apa ini tidak aneh,” kata Toni. Pihaknya juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat dan pihak terkait lainnya mengaudit pengelolaan keuangan ADD maupun DD di Desa Mekar Damai yang terindikasi sarat penyimpangan, khususnya beberapa program maupun pembangunan fisik.
Untuk proyek pembangunan bak sampah misalnya, jumlah matrial yang tertuang dalam RAPB-Des tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Contohnya bataco, dalam RAPB-Des dijelaskan, untuk pembangunan satu unit bak sampah pemerintah desa membeli 2000 bataco, namun setelah dikroscek jumlahnya tidak seberapa. Sehingga dana Rp 17 juta per unit yang dianggarkan pemerintah desa, dinilai sangat tidak wajar. Selain itu ada proyek pembuatan MCK yang seharusnya dikerjakan di Mekar Damai, oleh kepala desa justeru dialihkan ke desa lain. Belum lagi pemotongan gaji kadus. Dalam RAPB-Des, masing-masing kadus seharusnya menerima gaji Rp 900 ribu per bulan, namun faktanya para kadus hanya menerima Rp 700 ribu.
Dalam kesempatan tersebut, pihaknya juga mendesak Kepala desa tidak melakukan pungutan liar dalam bentuk apapun. Karena selama ini kepala desa seringkali melakukan praktek pungli, salah satunya dalam program nasional (Prona) pembuatan sertifikat masal tahun 2015. Dari data yang berhasil dihipun, masing-masing pemohon sertifikat diwajibkan mengeluarkan biaya Rp 800.000, bahkan ada beberapa diantaranya yang mencapai Rp 1.000.000. “ Kami minta tim siber pungli segera segera turun ke Desa Makar Damai,” tegasnya.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, kepala desa juga dinilai sangat otoriter dan sarat nepotisme. Segala kebijakan yang dijalankan hanya berdasarkan kepentingan pribadi, keluarga dan kelompok tertentu. Kepala desa juga dituding sering menggunakan fasilitas desa, salah satunya mobil ambulance desa. Karena merupakan aset desa, mobil abulance seharusnya ditempatkan di kantor desa, sehingga bisa dimanfaatkan secara maksimal. Namun yang terjadi, mobil ambulance tersebut justeru digunakan untuk keperluan pribadi kades.
Untuk itu pihaknya mendesak pihak kepolisian, kejaksaan dan pihak-pihak terkait lainnya segera mengaudit pengelolaan keuangan Desa Mekar Damai. Namun semua tudingan tersgebut dibantah Kades Makar Damai. Dikatakannya, pengelolaan anggaran maupun pelaksanaan program di desa, sudah dilakukan dengan sangat transparan. Semua kegiatan sudah dipublikasikan melalui koran. Hal tersebut juga selalu disampaikan dalam berbagai kesempatan. “Dalam berbagai kesempatan seperti waktu shalat Jumat dan kesempatan lain saya selalu menyampaikan kondisi desa yang sebenarnya, tanpa ada yang ditutup tutupi,” kata Edi.
Masalah pembangunan bak sampah, dalam APB-Des sudah jelas bahwa proyek pembangunan bak sampah dilakukan di 19 titik dengan anggaran Rp 7 juta per unit. Adapun angka Rp 17 yang ditunjukkan warga adalah data RAPB-Des. “ Itu kan baru rencana, ini yang sudah disahkan,” jelas Edi sembari menunjukkan APB-Des yang sudah disahkan.
Sementara pembuatan MCK, merupakan program Dinas Pekerjaan Umum. Penentuan lokasi pembangunan ditentukan oleh pihak kabupaten, pememrintah desa hanya diminta menyiapkan lokasi. “ Tidak benar kalau MCK dibangun di desa lain. Coba dicek, lokasinya, kan masih ada di wilayah Desa Mekar Damai,” jelasnya.
Untuk pemotongan gaji kadus, merupakan hasil kesepakatan bersama. Seluruh Kadus sepakat menyumbangkan Rp 200 ribu untuk gaji RT dan sudah dipertanggungjawabkan. “ Kami sudah punya SPJ nya, jadi tidak ada yang perlu dipermasalahkan,” terangnya.
Begitu juga dengan biaya pembuatan sertifikat masal tahun 2015. Biaya yang dikeluarkan 150 pemohon sertifikat tahun 2015 lalu, digunakan untuk mengurus alas hak tanah dan membeli Pal, matrai dan keperluan lain yang diatur dalam peraturan desa (Perdes). Pihaknya juga menepis tudingan penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang ,dimiliki. Semua kebijakan yang dijalankan semata-mata untuk kepentingan masyarakat dan melibatkan semua pihak tanpa melihat latarbelakan keluarga atau golongan. Begitu juga dengan penggunanan mobil ambulance. Diakuinya, mobil ambulance desa ditempatkan di rumahnya. Namun semua itu tidak lain untuk keamanan, karena saat ini di kantor desa belum ada tempat parkir. “Saya punya mobil pribadi yang Insya Allah lebih bagus, untuk pakai mobil ambulance desa,” kata Edi.
Terkait berbagai tudingan tersebut, ia pun mengaku siap diaudit oleh BPK, Kepolisian, Kejaksaan ataupun pihak terkait lainnya. Namun demikian, pihaknya tetap berharap permasalahan tersebut bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. |wis