LOMBOK TENGAH, MP – Komisi 2 DPRD Kabupaten Lombok Tengah pada paripurna Senin 5/7, menyampaikan Rancangan peraturan daerah usul DPRD tentang penataan dan pembinaan pasar rakyat, pusat perbelanjaan dan toko swalayan.
Dalam laporan tersebut, disampaikan langsung oleh Ketua Komisi 2 langsung yaitu H Lalu Kelan, S.Pd, dimana dalam laporannya menyatakan, Keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Berta Bandara Internasional Lombok yang diikuti dengan rencana helatan olahraga bertaraf internasional di wilayah Kabupaten Lombok Tengah, telah menjadikan Lombok Tengah seperti “magnet besar” yang menarik siapa saja untuk datang berinvestasi. Salah satunya nampak dari menjamurnya toko retail modern yang telah merambah sampai ke desa-desa.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, pusat perbelanjaan dengan Skala besar akan segera hadir wilayah Lombok Tengah. Hal ini tentu Baja akan berdampak positif kepada pembangunan ekonomi daerah Berta membuka lapangan pekerjaan yang semakin lugs bagi masyarakat Lombok Tengah.
Namun demikian, harus kita sadari pula bahwa pelaku kegiatan perdagangan bukan Baja berasal dari pelaku usaha besar dengan modal yang besar, tapi terdapat juga kelompok ekonomi kecil seperti koperasi, usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki modal usaha kecil, bahkan terkadang kesulitan mendapatkan akses pembiayaan untuk berusaha. Jika pemerintah tidak melakukan penataan terhadap sarana perdagangan yang ada, maka lambat laun eksistensi kelompok ekonomi kecil ini makin tergerus, padahal jumlah mereka sangat banyak.
Selain itu, Koperasi, usaha mikro, dan usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang secara nyata telah terbukti mampu bertahan dari badai krisis ekonomi Berta mampu breperan dalam penyediaan lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat. Di samping itu, juga kelompok ekonomi ini dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional.
H Lalu Kelan menambahkan, dalam suasana persaingan yang semakin kompetitif, keberadaan usaha mikro kecil dituntut untuk tetap dapat bersaing dengan pelaku usaha lainnya karena dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam konteks ini, langkah kerjasama dalam bentuk kemitraan usaha merupakan suatu strategi untuk dapat mengembangkan usaha mikro kecil dan secara moril kerjasama ini sangat diperlukan adanya dukungan yang maksimal dari pihak pengusaha besar melalui paket pembinaan. Namun harus diakui bahwa usaha mikro kecil tidak terlepas dari tantangan dan hambatan baik dari segi permodalan, sumber daya manusia, manajemen, minimnya penguasaan teknologi informasi, iklim berusaha Berta dari segi distribusi pemasaran produk yang dihasilkan. Pilihan alternatif pemberdayaan pada usaha mikro kecil adalah melalui konsep mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam bentuk pola kemitraan usaha.
Pola kemitraan secara umum dapat diartikan sebagai bentuk kerja sama yang Baling menguntungkan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Pada prinsipnya, kerjasama kemitraan adalah kerjasama antara pengusaha besar dan pengusaha mikro dan kecil berdasar asas Baling memperkuat, Baling menguntungkan, Baling membutuhkan dan Baling berkesinambungan. Pelaksanaan hak dan kewajiban yang disepakati oleh kedua pihak mitra dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab merupakan syarat pokok berhasilnya suatu kemitraan.
Oleh karena itu, penataan dan pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan adalah kesempatan dalam memperluas lapangan kerja. Namun, jika kesempatan itu tidak ditata, tidak memiliki regulasi, justru dapat mematikan keberadaan pelaku usaha di koperasi, usaha mikro dan usaha kecil. Keberadaan seluruh pelaku usaha tersebut mesti dibingkai dalam kebijakan gotong royong dan semangat kekeluargaan sebagai basis paling utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Menurutnya, berdasarkan uraian di atas, maka Komisi II secara sungguh-sungguh telah memperhatikan saran dan pendapat dari berbagai komponen masyarakat agar substansi yang diatur dalam Ranperda ini dapat diterima secara luas, dapat diimplementasikan dan yang lebih penting adalah sedapat mungkin tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Dan Alhamdulillah, beberapa substansi krusial dari materi muatan Ranperda ini telah dapat dirampungkan dan disepakati bersama dengan perwakilan Pemerintah Daerah.
Walaupun keseluruhan substansi muatan telah selesai dibahas dan disepakati bersama di tingkat Komisi, namun masih ada tahapan yang belum dilaksanakan yaitu kegiatan Fasilitasi Ranperda ke Gubernur sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, khususnya pasal 89 yang menyebutkan bahwa “Fasilitasi yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dan ayat (3) dilakukan paling lama 15 hari Setelah diterima rancangan perda, rancangan perda, rancangan PB KDH atau rancangan peraturan DPRD’: Setelah selesai dilaksanakan fasilitasi, Komisi II akan kembali membahas hasil fasilitasi tersebut bersama Permerintah Daerah sehingga melalui Rapat Paripurna ini, Komisi II meminta tambahan waktu agar kegiatan fasilitasi maupun penyempurnaan substansi materi dapat terlaksana, yang secara teknis kami serahkan kepada Pimpinan DPRD dan Badan Musyawarah untuk memutuskannya. (wn)